Kehidupan rumah tangga yang
penuh kemesraan dan kebahagiaan tentunya merupakan dambaan semua orang.
Kehidupan yang dipenuhi ketenteraman jasmani dan rohani, penuh dengan
keimanan dan kemesraan. Namun kenyataan yang terjadi… betapa banyak
orang yang kehilangan kebahagiaan ini…???, bahkan yang lebih
parah…betapa banyak kehidupan rumah tangga yang harus berakhir dengan
perpisahan dengan penuh kebencian…???. Kebahagiaan yang tadinya sangat
diharapkan akhirnya berakhir dengan permusuhan di antara dua sejoli…???
Sebagian rumah tangga bisa
berjalan tanpa perpisahan, namun….tidak ada aroma kemesraan…, tidak ada
kasih sayang…., tidak ada canda…., tidak ada tawa….???. Kehidupan yang
terasa kaku…..!!!
Bukankah rumah tangga adalah sarana yang sangat memungkinkan untuk meraih kebahagiaan di antara dua sejoli…???
Allah berfirman:
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجاً لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ (الروم : 21
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. (QS. 30:21)
Namun yang menjadi pertanyaan kenapa sering didapati rumah tangga yang kosong dari kemesraan… yang ada hanyalah kekakuan…???
Yang lebih aneh lagi ternyata
terkadang didapati kondisi seperti ini pada dua pasang sejoli yang
dikenal berpegang dengan sunnah-sunnah Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam
…???
Tentunya sebab-sebab timbulnya
hal ini banyak, namun sebab utama yang biasanya terjadi adalah kedua
pasang sejoli atau salah satunya tidak menunaikan tugas-tugas rumah
tangganya dengan baik sesuai dengan syari’at Islam. Jika sang istri
benar-benar menjadi istri yang shalihah yang menjalankan tugas rumah
tangganya dengan baik, demikian juga sang suami benar-benar merupakan
suami yang sejati yang menunaikan tugasnya dengan baik maka tidak
diragukan lagi janji Allah bahwasanya kebahagiaan dan kemesraan akan
diperoleh dalam pernikahan.
Adapun tulisan yang ada
dihadapan para pembaca yang budiman terfokus pada bagaimana usaha untuk
bisa menjadi suami yang sejati…???. Suami yang didambakan setiap
wanita…, suami yang dimimpikan oleh setiap istri..???
Tentunya keberadaan suami yang
sejati yang menjalankan kewajiban-kewajibannya sebagai seorang suami
merupakan sebab utama kelanggengan romantisnya kehidupan rumah tangga.
Apalagi permasalahan perceraian berada di tangan seorang suami…!!
Namun yang sangat menyedihkan,
kita dapati sebagian suami memiliki sikap ingin menang sendiri…, dia
ingin istrinya menjadi istri yang sholehah yang mentaati semua
perkataannya…yang tidak pernah protes…yang memahami dan mengamalkan
sabda Nabi r
لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لِأَحَدٍ لَأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا
“Kalau seandainya aku (boleh) memerintahkan seseorang untuk sujud kepada seorang yang lain maka akan aku perintahkan seorang wanita untuk sujud kepada suaminya”. HR AT-Thirmidzi no 1159, Ibnu Majah no 1853 dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani (Lihat As-Shahihah no 3366)
Sang suami ingin agar istrinya selalu berpenampilan menarik dihadapannya… dan masih banyak keinginan yang lainnya…
Namun di lain sisi dia sendiri
tidak memperhatikan penampilannya tatkala berhadapan dengan
istrinya…sama sekali tidak mau mengalah di hadapan
istrinya….sekakan-akan jika ia telah memberi nafkah kepada istrinya
berarti telah selesai tugasnya…!!!!, apakah demikian sosok Rasulullah
shallahu ‘alaihi wa sallam sebagai seorang suami teladan…???. Apakah
Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam yang sangat disibukkan dengan
urusan dakwah dan urusan negara melalaikan istri-istrinya..???.
Wahai para suami renungkanlah sabda dan nasihat Nabi kalian Muhammad shallahu ‘alaihi wa sallam, suami teladan umat ini…
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي
“Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik bagi istrinya dan aku adalah orang yang terbaik di antara kalian terhadap istriku” (HR At-Thirmidzi no 3895 dari hadits Aisyah dan Ibnu Majah no 1977 dari hadits Ibnu Abbas dan dishahihakan oleh Syaikh Al-Albani (lihat As-Shahihah no 285))
Beliau shallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ خُلُقًا“Orang yang imannya paling sempurna diantara kaum mukminin adalah orang yang paling bagus akhlaknya di antara mereka, dan sebaik-baik kalian adalah yang terbaik akhlaknya terhadap istri-istrinya”. (HR At-Thirmidzi no 1162 dari hadits Abu Hurairah dan Ibnu Majah no 1987 dari hadits Abdullah bin ‘Amr, dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani (lihat As-Shahihah no 284))
Hadits yang sangat agung ini
banyak dilalaikan oleh para suami…padahal hadits ini dengan sangat jelas
menunjukkan bahwa menjadi seorang suami yang terbaik bagi istrinya
merupakan tanda baiknya seseorang???, tidak cuma sampai di sini, bahkan
merupakan tanda sempurnanya keimanan..???
Oleh karena itu Imam Malik
berkata, “Wajib bagi seorang suami berusaha untuk menjadikan dirinya
dicintai oleh istri-istrinya hingga ialah yang menjadi orang yang paling
mereka cintai” (Faidhul Qodiir III/496, Al-Munawi berkata, “Di kitab
Tadzkiroh Ibnu ‘Irooq, dari Imam Malik ia berkata….)
Berkata Syaikh Abdul Malik Romadhoni:
((Hadits ini adalah hadits yang
sangat agung, banyak orang lalai akan agungnya kandungan hadits ini.
Tatkala wanita adalah sosok yang lemah maka seorang lelaki diuji dengan
wanita, karena barangsiapa yang akhlaknya sombong dan keras maka akan
nampak akhlaknya tersebut tatkala ia menguasai orang lain. Dan
seburuk-buruk penguasaan adalah terhadap sosok yang lemah yang berada
dibawah kekuasaannya. Orang yang akhlaknya buruk dan rendah serta kurang
kasih sayangnya akan terungkap akhlaknya tatkala ia bermu’amalah dengan
orang-orang yang lemah. Bahkan sikap menguasai (semena-mena) terhadap
orang-orang yang lemah adalah (pada hakikatnya) merupakan sikap sosok
yang lemah (kepribadiannya). Kalau mereka memang kuat (kepribadiannya)
dalam akhlak mereka maka hati mereka tidak akan keras terhadap
orang-orang yang membutuhkan kasih sayang. Barangsiapa yang bisa
menguasai dirinya tatkala berhadapan (bermu’amalah) dengan mereka
(orang–orang yang lemah) maka akan nampaklah kemuliaannya. Oleh karena
itu Al-Mubarokfuri berkata dalam Tuhfatul Ahwadzi (IV/273) tatkala
menjelaskan lafal hadits yang kedua (di atas), “Karena mereka (para
wanita) merupakan tempat untuk meletakkan kasih sayang disebabkan
lemahnya mereka”…)) (Al-Mau’idzoh Al-Hasanah hal 75)
Sebagian orang bingung kenapa seorang yang baik terhadap istirinya maka ia merupakan orang yang terbaik???
Berkata As-Sindi, “Dan bisa jadi
orang yang disifati dengan sifat ini (baik terhadap istri) akan
mendapatkan taufiq (dari Allah) pada seluruh amalan sholeh hingga
jadilah ia terbaik secara mutlaq” (Sebagaimana dinukil oleh Syaikh Abdul
Malik Romadhoni dalam Al-Mau’idzoh Al-Hasanah hal 75)
Berkata Asy-Syaukani, “Sabda
Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam ((Sebaik-baik kalian adalah yang
terbaik bagi istri-istri mereka)) dan juga pada hadits yang lain
((Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik terhadap istrinya)), pada kedua
hadits ini ada peringatan bahwasanya orang yang tingkat kebaikannya
tertinggi dan yang paling berhak untuk disifati dengan kebaikan adalah
orang yang terbaik bagi istrinya. Karena istri adalah orang yang berhak
untuk mendapatkan perlakuan mulia, akhlak yang baik, perbuatan baik,
pemberian manfaat dan penolakan kemudhorotan. Jika seorang lelaki
bersikap demikian maka dia adalah orang yang terbaik, namun jika
keadaannya adalah sebaliknya maka dia telah berada di sisi yang lain
yaitu sisi keburukan.
Banyak orang yang terjatuh dalam
kesalahan ini, engkau melihat seorang pria jika bertemu dengan istrinya
maka ia adalah orang yang terburuk akhlaknya, paling pelit, dan yang
paling sedikit kebaikannya. Namun jika ia bertemu dengan orang lain
(selain istrinya) maka ia akan bersikap lemah lembut, berakhlak mulia,
hilang rasa pelitnya, dan banyak kebaikan yang dilakukannya. Tidak
diragukan lagi barangsiapa yang demikian kondisinya maka ia telah
terhalang dari taufiq (petunjuk) Allah dan telah menyimpang dari jalan
yang lurus. Kita memohon keselamatan kepada Allah.” (Nailul Author
VI/360)
Berkata Syaikh Abdul Malik,
((Betapa banyak kita dapati seseorang tatkala bertemu dengan sahabatnya
di tempat kerja maka ia akan bersifat mulia dan lembut, namun jika ia
kembali ke rumahnya maka jadilah orang yang pelit, keras, dan menakutkan
!!!, padahal orang yang paling berhak untuk ia lembuti dan ia baiki
adalah istrinya…hakikat seseorang lebih terungkap di rumahnya daripada
tatkala ia di luar rumah. Ini merupakan kaidah yang baku. Rahasia kaidah
ini adalah karena seseorang bisa menampak-nampakkan akhlak yang baik
tatkala ia di luar rumah dan ia bisa bersabar dalam menampakan akhlak
yang baik tersebut karena waktu pertemuannya dengan orang-orang di luar
rumahnya hanyalah sebentar. Ia bertemu dengan seseorang setengah jam,
dengan orang yang kedua selama satu jam, dan dengan orang yang ketiga
lebih cepat atau lebih lama, sehingga ia mampu sabar berhadapan dengan
mereka dengan menampak-nampakan akhlak yang baik dan sosok palsunya yang
bukan sosok aslinya sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian
pegawai…akan tetapi ia tidak mampu bertahan di atas kepribadian yang
bukan asli di rumahnya sepanjang hidupnya…
Akhlak asli seseorang bisa
diperiksa tatkala ia di rumahnya, di situlah akan tampak sikap kerasnya
dari sikap kelembutannya, terungkap sikap pelitnya dari sikap
kedermawanannya, terungkap sikapnya yang terburu-buru dari sikap
kesabarannya, bagaimanakah ia bermu’amalah dengan ibunya dan ayahnya??
Betapa banyak sikap durhaka di zaman ini..!!! …Maka kenalilah (hakikat)
dirimu di rumahmu !!, bagaimanakah kesabaranmu tatkala engkau menghadapi
anak-anakmu??, tatkala menghadapi istrimu??, bagaimana kesabaranmu
menjalankan tanggung jawab rumah tangga??. (Dan camkanlah bahwa) orang
yang tidak bisa mengatur rumah tangganya bagaimana ia bisa memimpin
umat??, inilah rahasia sabda Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam
“Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik bagi istrinya”…)) (Al-Mau’idzoh
Al-Hasanah hal 77-79)
Sabda Nabi shallahu ‘alaihi wa
sallam di atas bukanlah perkara yang aneh, karena seorang muslim
–siapapun juga orangnya- tidak akan bisa memperoleh sifat yang mulia di
tengah-tengah masyarakat kaum muslimin kecuali jika setelah mampu untuk
bermu’amalah dengan baik di keluarganya. Hal ini dikarenakan keluarga
merupakan bagian terkecil dalam masyarakat, jika ia mampu untuk
bermu’amalah dengan baik di keluarganya maka seakan-akan hal ini
merupakan persaksian baginya bahwa ia telah siap (ahli) untuk menjadi
bagian yang bermanfaat bagi masyarakat. (Al-Asaaliib An-Nabawiyah fi
mu’aalajah al-musykilah az-zaujiyah hal 17)
Berkata Syaikh Ibnu Utsaimin,
“Sikap engkau terhadap istrimu hendaknya sebagaimana harapan engkau akan
sikap suami putrimu sendiri. Maka sikap bagaimanakah yang kau harapkan
dari lelaki tersebut untuk menyikapi putrimu??, apakah engkau ridho jika
ia menyikapi putrimu dengan kasar dan kaku?. Jawabannya tentulah tidak.
Jika demikian maka janganlah engkau menyikapi putri orang lain dengan
sikap yang engkau tidak ridho jika diarahkan kepada putrimu sendiri. Ini
merupakah kaidah yang hendaknya diketahui setiap orang….” (Asy-Syarhul
Mumti’ XII/381)
Oleh karena itu penulis mencoba
untuk mengingatkan diri penulis pribadi dan juga kepada kaum muslimin
untuk berusaha menjadi orang yang terbaik bagi istri-istri mereka.
Bersambung ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar